Pages

Minggu, 15 September 2013

Ayo Seret Pikiran Negatif kita.

Ternyata di sekitar kita ada orang tua yang sudah melakukan sesuatu yang menjadi pesan moral dari sebuah cerita tentang katak kecil yang pernah di ceritakan oleh "pendongengkata" dulu kepada para siswanya, karena saya yakin setiap apa yang disampaikan olehnya pasti menarik untuk disimak dan saya pun ikut mendengar celotehnya.

Dalam cerita tentang katak kecil yang mengikuti lomba lari untuk dapat sampai ke puncak, ketika penonton mengatakan " Tidak mungkin katak itu akan sampai ke puncak tertinggi " Katak-katak kecil pun mulai berjatuhan satu persatu, namun, tapi ada satu yang melanjutkan hingga berhasil mencapai puncak,  katak kecil ingin tahu bagaimana melakukannya. Ternyata Katak yang menjadi pemenangnya itu Tuli !!! dan salah satu nasehat dari cerita itu adalah berlakulah Tuli jika orang mengatakan kepadamu  bahwa kamu tidak mungkin menggapai cita-cita mu.

Dalam kehidupan nyata pun hal seperti itu sudah sering terjadi, bahkan orang-orang terdekatpun pernah mengatakan hal itu kepada orang tua itu, ini cerita tentang putra anak itu, dari SMA sebelum kuliah saja ada yang mengatakan " tidak mungkin lah Si X mampu melanjutkan ke bangku kuliah", ketika sudah mulai kuliah dan mencoba meminjamkan uang, ada kalimat yang menciptakan kekuatan dalam diri, "kalau tidak mampu membiayai, suruh pulang saja", setelah wisuda kemudian melanjutkan ke jenjang selanjutnya, kalimat baru pun mulai terangkai dengan indah, " Pak ini berani sekali mengikuti kemauan anak untuk kuliah, sementara Pak itu orang tidak punya, motor saja tidak punya". Sang Bapak tidak bisa menjawab pertanyaan itu. jika mencontekpun dalam buku apa saja, jawabannya tidak ditemukan.. kenapa,,.? karena itu benar adanya. Karena terlalu sering mendengar hal-hal seperti itu, jadi terasa biasa saja, seperti syair tanpa arti, tanpa makna.

saya pun merenung mencoba memahami kisah ini,. dan mencoba masuk dan berperan sebagai anak sang Bapak, "ternyata Ayah ku seorang pahlawan sejati, pahlawan yang berjuang demi anak-anaknya, dan tidak pernah perduli apa yang dikatakan orang yang sering menjatuhkan. saya pun harus berlaku demikian.

Tapi ada satu yang lebih berbahaya yang harus di lawan selain tidak mendengarkan orang yang menjatuhkan, yaitu melawan diri kita dan melawan pikiran kita sendiri. Ketika kita berpikir negatif, kita akan mengarah ke sesuatu yang negatif dan justru merugikan diri kita sendiri. ketika pikiran kita mengatakan:

 " saya tidak mungkin bisa melakukan hal itu..!"
" bagaimana kalau saya gagal ? ".
"bagaimana kalau nanti orang tua tidak mampu membayar biaya kuliah..?"
" Bagaimana kalau saya ditolak(*ini buat yg mau nembak Cewek). !!!  

pertanyaan yang justru membebani pikiran kita sendiri... kenapa kita tidak rubah saja pola nya, kita arahkan ke hal-hal yang membuat kita untung dan nyaman.

"Bagaimana seandainya kalau saya bisa melakukan itu...!
" Bagaimana seandainya kalau saya berhasil....!
" Bagaimana seandainya orang tua dapat Rizki nomplok..! (*Allah itu kan memberikan rizki itu dari jalan yang tidak disangka-sangka. (Qs. At-Talaq 2-3)).
" Bagaimana seandainya kalau saya diterima..! 

   Pasti rasanya akan beda. ..Iya kan..?  itu saja...

Semoga sang Ayah dalam kisah ini diberikan Kesehatan, kesempatan, keselamatan dan kesejahteraan.... Aamiin. 

Semoga yang membacapun meng Aamiinkannya.... Mohon Doanya ya...

Jumat, 13 September 2013

Ketika si "IQ" sedang Jongkok.

Jika terjadi suatu saat nanti, ada yang berbicara tentang Intelegent Quontient (IQ) mereka, dengan menyebutkan angka-angka di atas rata-rata dan kalian tidak termasuk di dalamnya.

Saat itu juga Mindset kalian harus diubah, sebenarnya yang penting dan perlu kalian perhatikan, BUKAN berapa besar NILAI IQ yang mereka miliki, TAPI seberapa besar digunakan untuk perubahan diri dan pengaruhnya terhadap hidup mereka... Itu saja....

Kalian bisa cari dan pilih contoh tokoh yang menginspirasi yang kalian suka. Contoh kecilnya, Thomas Alva Edison yang di cap Bodoh dan dikeluarkan dari sekolah. Tapi apa yang terjadi, kalian bisa tahu sendiri. Apa yang dikatakan beliau dan menjadi statement yang saya suka, “ Jenius itu adalah 1% ide cemerlang dan 99% kerja keras.

Jadi tingginya IQ bukan Jaminan. Tak perlu berkecil hati, teruslah berjuang dan bersyukur, Allah tidak akan pernah tinggal diam, Insya Allah apa yang kita usahakan akan sepadan dengan hasil yang kita dapatkan. 

Kamis, 05 September 2013

Untitled

Tulisan ini saya buat setelah sang guru semasa SMA menelpon saya yang menanyakan keadaan putra dan anak didiknya yang sedang melanjutkan studi di salah satu Perguruan Tinggi di bandung. Dalam percakapan singkat itu beliau menanyakan bagaimana perkembangan putranya disana, pukul berapa dia tidur, pukul berapa balik ke rumah, sudah makan atau belum, gimana kondisi kesehatannya dan masih banyak lagi. Mungkin bagi saya beliau adalah bapak yang sangat perhatian terhadap anak-anaknya, yang biasanya, hal-hal seperti itu hanya sering dilakukan oleh Ibu-ibu saja. Dalam hati saya sempat bertanya pada diri saya sendiri, apakah bisa saya seperhatian beliau nanti. Wallahu Alam.

Tapi sebenarnya bukan itu yang menjadi topik yang ingin saya tulis, tapi terkait dengan bagaimana keadaan saya sendiri disini, menjadi mahasiswa yang serba pas-pasan. Tinggi pas-pasan, pengetahuan pas-pasan, muka pas-pasan, isi dompet juga pasan, pokoknya banyakkan pasnya deh. Tapi kalau pas itu ada enaknya juga sih, misalnya, karena ekonomi pas-pasan jadi tidak ngekost (*harus bisa menghibur diri), harus tinggal jauh dari kampus, tepatnya di rumah sang guru yang saya ceritain tadi, karena di rumah itu hanya di tinggali oleh para mahasiswa, tapi pemiliknya sendiri tinggal di NTB.

Setiap berangkat kuliah saya harus benar-benar pagi, bukan pagi lagi sih, sebelum subuh malah, tidak terlalu jauh kok, Cuma 1 kali naik ular besi, 1 kali naik angkot. Tapi tidak apa-apa, kalau dipikirkan enakkan cari kos-kosan dekat kampus saja, itu kalau dipikirkan, beda kalau dipertimbangkan masalah biaya, jadi kalau saya minta dikirimin uang buat bayar kos, mungkin akan diusahakan, tapi mumpung ada rumah, kenapa harus tinggal di kos.

Sebenarnya jauh itu bukan kendala, setelah saya amati juga beberapa siswa dari SD bahkan sampai SMA yang sekolahnya jauh dari tempat tinggalnya harus  bolak balik dengan kereta dan angkot setiap hari asyik-asyik saja. Kenapa saya yang kuliahnya tidak sampai empat hari harus kalah sama mereka yang masih kecil, belum lagi tugas sekolah mereka yang harus dikerjakan tiap hari. Masa kita kalah sama anak-anak,..

Kalau mahasiswa lain akan mengatakan kalau jauh takut terlambat, capek di jalan, gak kuat, hasilnya nanti tidak maksimal. setiap orang punya pendapat masing-masing, menurut versi saya sih beda, karena jauh saya bisa lebih disiplin bagaimana mengatur waktu. saya harus menganggap waktu itu seperti pedang, jika tidak bisa menggunakannya, maka dia akan melukai.  Kalau saya terlambat sedikit saja, saya bakalan ketinggalan kereta dan resikonya tidak bisa mengikuti perkuliahan. Jadi Tergantung strategi bagaimana kita menyiasatinya saja, “ Hidup ini pintar itu tidak cukup, tapi harus pintar-pintar”.